Opini
Beranda » Perampasan Empat Pulau Aceh “Bukti Kemendagri dan Gubernur Sumut Tak Punya Rasa Malu

Perampasan Empat Pulau Aceh “Bukti Kemendagri dan Gubernur Sumut Tak Punya Rasa Malu

ZulfadhliNurdin juru bicara muda seudang Aceh Utara

Keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk merampas empat pulau dari Aceh dan menyerahkannya kepada Sumatera Utara (Sumut) adalah tindakan yang tidak hanya tidak berdasar secara hukum, tetapi juga mencerminkan ketidakpekaan dan arogansi kekuasaan yang berbahaya.

Tindakan ini bukan hanya menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap batas geografis dan budaya Aceh, tetapi juga mencerminkan ketidakmampuan pemerintah untuk menghormati nilai-nilai sejarah dan komitmen yang terjalin dalam MoU Helsinki. Dengan kata lain, keputusan ini adalah cerminan dari ketidakpekaan dan bahkan tindakan tidak punya rasa malu yang dipertontonkan pemerintah pusat dan Gubernur Sumut.

Aceh, dengan sejarahnya yang kaya dan penuh perjuangan, telah mengukir jalannya sendiri melalui perjuangan bersenjata. MoU Helsinki, yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005, bukan sekadar dokumen formal belaka, ia adalah janji untuk menghormati hak-hak masyarakat Aceh dan hubungan yang lebih setara dengan pemerintah pusat. Keputusan untuk merampas pulau-pulau ini jelas bertentangan dengan semangat perdamaian yang ditegakkan dalam perjanjian itu, dan menunjukkan betapa lemah dan rapuhnya komitmen pemerintah pusat dalam menjaga perdamaian di Aceh.

Dalam banyak hal, tindakan ini menjadi refleksi dari sikap yang tidak punya rasa malu untuk mencederai martabat Rakyat Aceh. Bagaimana mungkin Kementerian yang seharusnya menjaga dan merawat perdamaian malah melakukan perampasan hak-hak Aceh dan menciderai komitmen perdamaian? Keputusan ini menunjukkan bahwa Kemendagri dan Gubernur Sumut tidak hanya mengabaikan komitmen perdamaian antara Aceh dan RI, tetapi juga memperlihatkan arogansi kekuasaan yang berbahaya.

Rakyat Aceh berhak atas hasil bumi dan warisan sejarah leluhur mereka, dan merampasnya tanpa dialog adalah pelanggaran tak termaafkan. Perampasan ini turut menambah potensi ketidakpuasan yang sudah ada di tengah Rakyat Aceh. Di tengah perjuangan mereka untuk mendapatkan otonomi dan dialog yang lebih konstruktif dengan pemerintah, tindakan ini adalah penyulut api yang cukup efektif untuk menciptakan ketegangan dan konflik baru. Narasi bahwa pemerintah tidak peduli terhadap suara rakyat hanya akan menghasilkan kekecewaan yang mendalam dan dapat memicu konflik di kalangan generasi muda.

Ody Cempeudak Ajak Persatuan Hadapi Sengketa Empat Pulau Aceh: “Kajeut Takeubah Bangai Nyan Siat”

Usulan Gubernur Sumut, Bobby Nasution, untuk mengelola bersama empat pulau tersebut, mencerminkan kebodohan dan pendekatan yang sangat keliru. Dia juga tidak sensitif terhadap nilai sejarah serta nilai-nilai perdamaian Aceh. Di tengah upaya untuk mencapai keadilan sosial dan menghormati identitas Aceh, langkah ini dapat dianggap sebagai upaya untuk memperkuat penguasaan dan marginalisasi yang telah terjadi selama berpuluh-puluh tahun.

Sebagai Rakyat Aceh sekaligus juru bicara muda seudang Aceh Utara, saya merasa perlu untuk menyuarakan kecaman tegas terhadap rencana ini. Dengan semua pertimbangan ini, saya menyerukan kepada pemerintah pusat dan semua pemangku kepentingan untuk menghormati nilai-nilai yang terkandung dalam MoU Helsinki. Kembalikan keempat pulau tersebut ke Aceh; ini bukan hanya tentang hak atas tanah, tetapi juga untuk menegaskan kembali komitmen pada dialog dan keadilan.

Mari kita lihat kembali sejarah, belajar dari kesalahan, dan tidak mengulangnya. Dengan segala kerendahan hati, kami mengajak semua pihak, baik di Aceh maupun di pusat, untuk merenungkan dan mengakui bahwa tindakan yang merampas hak esensial akan membawa konsekuensi yang lebih besar daripada yang dapat diperkirakan. Biarkanlah Aceh menjalani proses pemulihannya tanpa rasa takut akan diabaikan kembali. Kembalinya pulau-pulau ini bukan hanya akan menyembuhkan luka lama, tetapi juga menjadi simbol kepercayaan Rakyat Aceh terhadap komitmen pemerintah pusat terhadap perdamaian dan penghormatan kepada sejarah.

Perth, Western Australia, 15 Juni 2025
Zulfadhli Nurdin
Juru Bicara Muda Aceh Utara

Polemik Kepemilikan Empat Pulau di Perbatasan Aceh dan Sumatera Utara Makin Memanas

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Advertisement