Jakarta – Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan komitmennya untuk melanjutkan proyek penulisan ulang sejarah Indonesia, meskipun sejumlah pihak mendesak agar proyek tersebut dihentikan.
“Saya sudah sampaikan di DPR kemarin, proyek penulisan ulang sejarah ini akan terus berjalan. Kami melibatkan 130 sejarawan dan pakar sejarah,” ujar Fadli Zon saat berada di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, pada Kamis (03/07/2025).
Fadli menjelaskan bahwa proyek ini akan dilanjutkan hingga rampung, kemudian dilengkapi dengan tahap uji publik.
“Kami akan terus melanjutkan. Rencananya, uji publik akan digelar dalam bulan ini,” katanya.
Menurutnya, tim penulis proyek ini terdiri dari sejarawan yang berasal dari 34 perguruan tinggi di Indonesia.
“Saat ini, kami sedang menyusun 10 bab, meski belum terperinci, termasuk berdasarkan temuan-temuan awal,” terang Fadli.
Ia menegaskan pentingnya proyek ini, mengingat Indonesia tidak memiliki catatan sejarah resmi selama 26 tahun terakhir.
“Sejarah itu penting. Tanpa sejarah yang ditulis oleh bangsanya sendiri, kita akan kehilangan arah di tengah arus informasi global saat ini,” ungkapnya.
Sebelumnya, Fraksi PKB dan PDIP meminta penundaan proyek ini setelah mendapat sorotan tajam dari publik. PDIP, misalnya, khawatir proyek ini akan digunakan sebagai alat negara untuk menyangkal pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu.
Sementara itu, Anggota Komisi X DPR dari PKB, Habib Syarief, mendesak Fadli Zon untuk menunda proyek ini guna meredam polemik di masyarakat. Ia juga mempertanyakan transparansi proyek tersebut, mengaku kesulitan menemukan daftar 100 penulis sejarah yang terlibat.
Habib menilai waktu tujuh bulan untuk menyusun sejarah nasional terlalu singkat. Selain itu, desakan penundaan dari PKB juga didasarkan pada aspirasi organisasi perempuan seperti Fatayat dan Muslimat, yang menyampaikan kekhawatiran terhadap proyek ini.
“Isu ini menjadi perhatian utama di kalangan organisasi perempuan. Perlu ada pendekatan yang bisa menciptakan suasana kondusif bagi perempuan Indonesia,” ujar Syarief.
Proyek penulisan ulang sejarah ini juga memicu pro dan kontra di kalangan aktivis HAM, pegiat hak perempuan, akademisi, dan sejarawan.
Komentar