JAKARTA – Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria mengungkapkan bahwa pemerintah berupaya menerbitkan regulasi terkait kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) sebelum akhir 2025. Menurutnya, saat ini pemerintah sedang menyelesaikan draf peta jalan AI nasional yang akan diwujudkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres).
“Kami telah merampungkan draf peta jalan AI nasional yang akan menjadi landasan Perpres,” kata Nezar di Kantor Kemenkomdigi, Jakarta, pada Jumat (17/10/2025).
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan Perpres lain yang secara khusus mengatur aspek keamanan dan keselamatan dalam pengembangan serta pemanfaatan teknologi AI.
Nezar menjelaskan bahwa proses penyusunan dan harmonisasi regulasi AI ditargetkan selesai sebelum 2025 berakhir.
“Kami berharap aturan ini bisa rampung tahun ini jika prosesnya berjalan lancar,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa draf peta jalan AI nasional diperkirakan selesai pada Oktober ini, tetapi masih memerlukan harmonisasi antar-kementerian untuk memastikan tidak ada tumpang tindih dengan regulasi lain.
“Drafnya akan final bulan ini, namun masih ada tahap harmonisasi antar-kementerian,” tuturnya.
Substansi utama dari peta jalan ini, menurut Nezar, adalah menciptakan keseimbangan antara mendorong inovasi dan melindungi masyarakat dari risiko yang mungkin ditimbulkan oleh AI.
Lebih lanjut, Nezar menyampaikan bahwa peta jalan AI nasional akan mengedepankan prinsip memaksimalkan manfaat AI sekaligus meminimalkan potensi risikonya.
“Fokusnya adalah bagaimana AI bisa memberikan manfaat maksimal dengan risiko yang terkendali,” katanya.
Teknologi AI akan diarahkan untuk mendukung sektor-sektor strategis seperti kesehatan, pendidikan, keuangan, pelayanan publik, dan transportasi. Selain itu, regulasi ini juga akan menekankan etika penggunaan AI, termasuk prinsip akuntabilitas, transparansi, dan dukungan terhadap industri kreatif agar teknologi ini tetap berpihak pada kreator manusia.
Proses penyusunan draf melibatkan lebih dari 400 pemangku kepentingan melalui 21 sesi diskusi.
“Kami merangkum berbagai masukan dari para stakeholder untuk memastikan peta jalan ini mencerminkan aspirasi mereka,” ungkap Nezar.
Mengenai isu penyalahgunaan AI, seperti deepfake untuk manipulasi gambar dan video, Nezar menegaskan bahwa regulasi ini tidak akan langsung mengatur sanksi pidana.
“Sanksi pidana akan merujuk pada Undang-Undang ITE atau KUHP jika terjadi pelanggaran dengan unsur pidana,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa aturan ini lebih berfokus pada pengembangan ekosistem AI yang aman, etis, dan produktif, bukan pada penegakan sanksi.
Dengan adanya regulasi ini, pemerintah berharap Indonesia dapat membangun ekosistem AI yang mendukung pertumbuhan ekonomi digital secara global, sekaligus menjaga keamanan dan etika dalam pemanfaatannya.
“Jika ada tindak pidana, kami akan merujuk pada KUHP atau regulasi lain yang relevan, tetapi Perpres ini tidak mengatur sanksi secara langsung,” tutup Nezar.



Komentar