Jakarta – Sejak resmi menjabat pada Oktober 2024, Presiden Prabowo Subianto tak segan melakukan koreksi terhadap sejumlah kebijakan era Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai tidak lagi relevan dengan kebutuhan rakyat. Setidaknya ada lima kebijakan penting di bidang ekonomi, energi, dan lingkungan yang dibatalkan atau diubah pendekatannya.
1. Pembatalan Ekspor Pasir Laut
Mahkamah Agung (MA) membatalkan izin ekspor pasir laut yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Kebijakan ini sempat dibuka kembali setelah dua dekade dilarang, dengan alasan pengelolaan sedimentasi laut.
Namun, ekspor pasir laut menuai protes dari aktivis lingkungan, nelayan, dan akademisi karena dinilai merusak ekosistem dan mengancam kedaulatan maritim. Contohnya, pengerukan pasir di Kepulauan Spermonde (Makassar) pada 2020 merusak habitat laut dan wilayah tangkapan nelayan.
Pada 2 Juni 2025, MA memerintahkan pencabutan Pasal 10 Ayat (2), (3), dan (4) PP tersebut, sehingga ekspor pasir laut kembali dilarang.
2. Penghapusan Sistem Zonasi PPDB
Kebijakan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diterapkan sejak 2017 kerap dikeluhkan orang tua karena dianggap membatasi pilihan sekolah dan memicu praktik pemalsuan alamat.
Beberapa bulan setelah dilantik, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka meminta penghapusan sistem ini. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti menyatakan bahwa keputusan final ada di tangan Presiden Prabowo, meski perlu koordinasi dengan pemerintah daerah dan sosialisasi lebih lanjut.
3. Pengembalian Empat Pulau Aceh
Pemerintah Prabowo membatalkan kebijakan penyerahan empat pulau milik Aceh ke Sumatera Utara, yaitu Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang. Polemik ini sempat memanas saat Kementerian Dalam Negeri di bawah Tito Karnavian dianggap memihak Sumut, yang saat itu dipimpin Bobby Nasution, menantu Jokowi.
Prabowo turun tangan dengan menggelar rapat yang akhirnya memutuskan pengembalian ke Aceh.
4. Pembatalan Kenaikan PPN jadi 12%
Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025, yang merupakan bagian dari UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) era Jokowi, dibatalkan Prabowo. Alasannya, kebijakan ini dinilai memberatkan masyarakat, terutama di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok.
Pemerintah baru memilih pendekatan selektif: tarif tinggi hanya untuk barang mewah, sementara kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, dan layanan kesehatan dibebaskan dari kenaikan pajak.
5. Pemangkasan Anggaran IKN
Prabowo mengurangi alokasi anggaran Ibu Kota Nusantara (IKN) dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025. Jika di era Jokowi IKN mendapat Rp89 triliun (2022–2024), di bawah Prabowo hanya dialokasikan Rp48,8 triliun.
Dana yang dipangkas dialihkan ke program prioritas seperti makan siang dan susu gratis untuk pelajar. Meski tidak menghentikan proyek IKN, pemerintah menekankan pembangunan bertahap dengan mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi.
Lima kebijakan ini menunjukkan pergeseran arah pemerintahan Prabowo, dengan fokus pada perlindungan lingkungan, kepentingan rakyat kecil, dan efisiensi anggaran. Perubahan ini sekaligus menjadi penanda dimulainya era baru dalam tata kelola pemerintahan.
Komentar