ACEH UTARA – Ketua Komisi I DPRK Aceh Utara, Tajuddin, menyatakan kekecewaannya atas pernyataan Wali Kota Lhokseumawe, Sayuti Abubakar, yang akan memprioritaskan tenaga kesehatan pemegang KTP Lhokseumawe untuk didaftarkan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Pernyataan tersebut disampaikan Sayuti Abubakar saat menerima ratusan demonstran di halaman kantor wali kota pada Rabu, 19 November 2025. Para pendemo menuntut agar nama mereka segera didaftarkan ke BKN sehingga dapat memperoleh surat keterangan aktif bekerja.
“Seharusnya Wali Kota lebih arif dalam berstatement. Ucapan itu sangat melukai perasaan masyarakat Aceh Utara,” ujar Tajuddin, Kamis (20/11/2025).
Menurut Tajuddin, selama ini Pemerintah Kabupaten Aceh Utara tidak pernah melakukan diskriminasi berdasarkan domisili saat mengusulkan nama-nama tenaga honorer, termasuk tenaga kesehatan dan bakti sukarela, untuk didaftarkan ke BKN.
“Banyak warga Lhokseumawe yang bekerja sebagai tenaga bakti murni di Aceh Utara. Mereka mencari nafkah di sini untuk menghidupi keluarga. Kami tidak pernah mempersoalkan asal KTP mereka,” katanya.
Ia menegaskan, Pemkab Aceh Utara selalu mengusulkan seluruh tenaga bakti murni—baik yang ber-KTP Aceh Utara maupun dari Lhokseumawe—untuk diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tanpa terkecuali.
“Jika kebijakan prioritas berdasarkan KTP ini tetap diterapkan Wali Kota Lhokseumawe, kami akan meminta Bupati Aceh Utara melalui BKPSDM untuk melakukan verifikasi ulang, sehingga tenaga honorer non-KTP Aceh Utara tidak lagi diprioritaskan,” tegas Tajuddin.
Sebelumnya, Wali Kota Lhokseumawe Sayuti Abubakar menegaskan bahwa pihaknya akan memperjuangkan aspirasi tenaga kesehatan secara maksimal selama sesuai regulasi yang berlaku. Namun, ia mengingatkan bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan BKN dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB).
“Pemko Lhokseumawe melalui BKPSDM akan menempuh jalur resmi sesuai aturan nasional. Prioritas yang bisa kami berikan hanya kepada tenaga kesehatan yang ber-KTP Lhokseumawe, karena itu kewenangan daerah,” ungkap Sayuti.
Ia juga mengungkapkan bahwa kondisi keuangan daerah Lhokseumawe saat ini sedang sulit. Saat ini jumlah PPPK di kota tersebut telah mencapai 2.600 orang, baik full time maupun part time, yang seluruhnya dibebankan kepada APBD.
“Pada 2026, dana transfer daerah kami dipotong Rp125 miliar. Kondisi ini sangat memprihatinkan,” tambahnya.



Komentar