ACEH UTARA – Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Utara memulai pembahasan Rancangan Qanun tentang Perlindungan Lahan Pertanian, Pengelolaan Pertanian, serta Penyelenggaraan Irigasi melalui rapat dengar pendapat umum yang digelar pada Kamis, (13/11/2025).
Acara yang berlangsung di Aula Sekretariat Daerah Kabupaten tersebut dibuka secara resmi oleh Wakil Ketua III DPRK Aceh Utara, Aidi Habibi AR.
Dalam sambutannya, Aidi Habibi menjelaskan bahwa rancangan qanun ini merupakan usulan inisiatif DPRK yang telah tercantum dalam Program Legislasi Kabupaten (Prolegkab) tahun 2025. Ia menekankan perlunya payung hukum daerah yang kuat untuk menjaga aset pertanian sebagai tulang punggung ketahanan pangan sekaligus penggerak ekonomi masyarakat setempat.
“Aceh Utara merupakan lumbung padi utama di Provinsi Aceh dengan total luas lahan sawah sekitar 38.417 hektare. Sebagian besar warganya bermata pencaharian sebagai petani padi yang sangat bergantung pada hasil panen,” ungkap Aidi.
Ia menyebutkan, dalam lima tahun terakhir sektor pertanian di wilayah itu terus dihantam bencana banjir dan kekeringan yang kerap menyebabkan puso atau gagal panen. Oleh karena itu, DPRK memandang perlu penguatan regulasi yang mencakup tiga pilar utama: perlindungan lahan pertanian dari alih fungsi, pengelolaan pertanian yang berkelanjutan, serta perbaikan sistem irigasi.
Perlindungan lahan pertanian, kata Aidi, menjadi prioritas mengingat ancaman konversi lahan ke sektor non-pertanian semakin masif. Sementara pengelolaan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produktivitas, mempertahankan kesuburan tanah, dan memberikan nilai tambah bagi komoditas pertanian. Adapun penyelenggaraan irigasi harus segera dibenahi karena banyak saluran mengalami kerusakan sehingga menurunkan daya dukung air bagi sawah.
“Rancangan qanun ini selaras dengan visi Pemerintah Kabupaten Aceh Utara di bawah kepemimpinan Bupati, yaitu mewujudkan Aceh Utara yang Bangkit, Sejahtera, Bermartabat, dan Berkelanjutan melalui misi Meuligoe Panglima,” tambahnya.
Aidi juga menegaskan pentingnya keterlibatan publik dalam proses penyusunan qanun ini. Menurutnya, masukan dari masyarakat, kalangan akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan media menjadi wujud transparansi serta jaminan bahwa produk hukum yang lahir benar-benar pro-rakyat dan memenuhi rasa keadilan.
“Kebijakan publik harus terus diadvokasi agar berpihak kepada kepentingan rakyat banyak,” tegasnya.
Rapat dengar pendapat umum itu diikuti oleh sejumlah pejabat Pemkab Aceh Utara, akademisi, perwakilan LSM, dan insan pers. Turut hadir pula kepala dinas terkait, Forum Mukim, Forum Geuchik, Keujruen Blang, Kepala Balai Penyuluh Pertanian (BPP), tokoh masyarakat, serta perwakilan perusahaan BUMN seperti PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM).
Semua pihak yang hadir diharapkan memberikan saran dan masukan yang membangun agar rancangan qanun ini nantinya menjadi regulasi yang efektif dalam menjamin keberlanjutan sektor pertanian di Kabupaten Aceh Utara.



Komentar