Kelompok pemuda yang dikenal sebagai Gen Z di Madagaskar menolak keras ajakan dialog dari Presiden Andry Rajoelina. Mereka mengumumkan rencana mogok kerja dan demonstrasi lanjutan pada Kamis (9/10) sebagai bentuk protes. Pekan lalu, Rajoelina membubarkan kabinet pemerintahannya dan menunjuk seorang jenderal angkatan darat sebagai perdana menteri pada Senin.
Pada Rabu (08/10/2025), Rajoelina menggelar pertemuan terbuka di Istana Presiden, namun langkah ini mendapat cemoohan dari kelompok Gen Z yang memimpin aksi protes. Melalui media sosial, mereka menyatakan, “Kami menolak dialog yang tidak tulus ini,” sebagaimana dikutip dari AFP.
Seorang perwakilan mahasiswa yang hadir dalam acara tersebut secara terbuka mengkritik presiden berusia 51 tahun itu. “Kemiskinan di Madagaskar semakin memburuk akibat maraknya korupsi di pemerintahan,” ujarnya. Ia juga mengeluhkan kondisi mahasiswa yang sulit belajar karena kurangnya penerangan, ketiadaan air bersih, hingga keberadaan tikus di tempat tinggal mereka. Pernyataan ini disambut tepuk tangan meriah dari sekitar 1.000 peserta yang hadir.
Peserta lain mengungkapkan keluhan yang lebih personal, seperti kasus suami yang dipenjara atau anak yang tak kunjung mendapat pekerjaan. Acara tersebut disiarkan langsung melalui radio dan televisi nasional.
Menanggapi kritik, Rajoelina berjanji akan mengundurkan diri jika masalah pemadaman listrik di ibu kota masih berlangsung hingga tahun depan. Ia juga menunjuk menteri baru untuk mengelola tiga bidang utama: militer, keamanan publik, dan kepolisian, seraya menegaskan bahwa Madagaskar membutuhkan ketenangan, bukan kekacauan.
Kelompok yang terdiri dari sekitar 20 organisasi pemuda ini telah menyampaikan sejumlah tuntutan kepada Rajoelina. Mereka menuntut permintaan maaf publik atas tindakan kekerasan terhadap pengunjuk rasa, reformasi Mahkamah Konstitusi, serta pembubaran Senat atau setidaknya pemberhentian ketuanya, Richard Ravalomanana, yang merupakan mantan jenderal polisi.
Protes yang dipicu pemadaman listrik dan air sejak pekan lalu telah meluas menjadi ungkapan kemarahan atas kemiskinan yang kian parah. Menurut laporan Deutsche Welle (DW), sejumlah demonstran membawa spanduk bertulisan, “Kami ingin hidup layak, bukan sekadar bertahan.”
Data Bank Dunia menunjukkan bahwa 75 persen dari 30 juta penduduk Madagaskar hidup di bawah garis kemiskinan, menjadikan negara kepulauan di lepas pantai tenggara Afrika ini sebagai salah satu yang termiskin di kawasan. Hanya 36 persen penduduk yang memiliki akses ke listrik, itupun sering terganggu oleh pemadaman berjam-jam setiap hari.
Aksi protes ini berujung ricuh, dengan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat sedikitnya 22 orang tewas. Penjarahan terjadi di berbagai supermarket, toko kecil, hingga bank, dan rumah para politisi pun menjadi sasaran amuk massa



Komentar